Gempa Besar Kobe Jepang, 6.433 Orang Tewas

Hari ini, 27 tahun yang lalu, pada tanggal 17 Januari 1995, terjadi Gempa Besar Hanshin. Gempa bumi di dekat kota Kobe di Jepang itulah sebabnya disebut juga gempa Kobe.

Menurut National Geographic, 6.433 orang tewas dalam gempa bumi Kobe dan lebih dari 45.000 kehilangan tempat tinggal. Gempa Kobe adalah salah satu gempa bumi terburuk dalam sejarah Jepang. Kerugian yang ditimbulkan melebihi $100 miliar (Rp 1,43 triliun).

Jepang adalah salah satu wilayah geologi paling aktif di Bumi, di mana empat lempeng tektonik besar (Eurasia, Filipina, Pasifik, dan Amerika Utara) bertemu dan berinteraksi satu sama lain. Gempa Kobe adalah hasil dari patahan horizontal timur-barat di mana lempeng Eurasia dan Filipina berinteraksi.

Pemerintah Kobe menghabiskan bertahun-tahun membangun fasilitas baru untuk menarik 50.000 orang setelah gempa.

Kronologis Terjadinya Gempa Kobe

Mengutip Britannica, gempa terjadi pada Selasa 10 Januari 2022 pukul 17:46. Gempa bumi terjadi di bagian selatan prefektur Hyogo, di bagian barat tengah Honshu. Gempa berkekuatan 7,3 skala richter. Gempa berlangsung sekitar 20 detik.

Pusat gempa berada di utara pulau pedalaman Awaji, 20 km di lepas pantai kota pelabuhan Kobe. Titik tumpu gempa berada sekitar 10 mil (16 km) di bawah permukaan bumi. Wilayah Hanshin adalah daerah perkotaan terbesar kedua di Jepang dengan lebih dari 11 juta penduduk. Di dekat pusat gempa, efeknya luar biasa.

Lebih dari 240.000 rumah rusak, jutaan rumah di wilayah tersebut kehilangan listrik atau air, lebih dari 120.000 bangunan hancur total, dan bagian dari Jalan Tol Hanshin antara Kobe dan Saka runtuh atau rusak parah selama gempa.

Upaya Tanggap Bencana Menjadi Sorotan

Dengan peluncuran Japan Times pada 16 Januari 2020, gempa bumi mengungkapkan sistem manajemen krisis yang buruk di negara itu.

Pemerintah pusat tidak dapat memahami seberapa parah kerusakan yang terjadi pada jam-jam setelah gempa bumi dan oleh karena itu dikritik keras karena lambatnya respon terhadap bencana tersebut.

Minimnya mekanisme untuk mengumpulkan informasi dan berkomunikasi secara cepat dengan daerah bencana di Tokyo melumpuhkan fungsi tanggap bencana pemerintah. Hal ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki manajemen krisis. Sebuah kelompok kabinet dibentuk untuk mengumpulkan informasi tentang bencana besar selama 24 jam.

Di sisi lain, upaya untuk mengurangi kerusakan akibat gempa kuat masih lambat. Sebagian besar orang yang tewas dalam gempa tahun 1995 tertimpa reruntuhan rumah dan bangunan yang runtuh akibat gempa. Selanjutnya, pemerintah mulai menawarkan subsidi untuk membantu pekerjaan gempa di rumah-rumah yang dibangun dengan standar bangunan sebelum tahun 1980-an.