Limbah Sengon Raup Omzet Rp 200 Juta Per Bulan (part 1)

Sri Wahyuningsih, warga Dusun Krajan, Desa Jambearum, Kecamatan Puger, mengolah limbah pohon sengon menjadi barang dengan daya jual tinggi. Wahyuningsih mengolah limbah pohon sengon menjadi bahan baku produksi kayu lapis. Baca Juga: Tanam Porang Tanpa Modal, Tapi Bisa Untung Ratusan Juta dari Rupiah, Ini Rahasianya.

Dia tidak menyangka bisnis yang dia dirintis pada tahun 2012 akan tumbuh begitu besar sehingga dia memiliki 10 gudang pengolahan yang tersebar di berbagai kabupaten, seperti. Lumajang, Besuki dan Jember. Ibu tiga anak ini juga telah memberi wewenang kepada 300 pekerja yang tinggal di dekat tempat tinggalnya. “Ada warga yang bekerja di rumahnya,” ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com di rumah

Usaha dan Kerja Keras Prestasi Yuyun

salam Wahyuningsih, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apa yang kami capai saat ini telah melalui berbagai kendala. Dari dulu sampai sekarang, Yuyun sudah otodidak untuk mengembangkan usahanya. Termasuk pandemi Covid-19 saat ini. Ia masih berusaha bertahan untuk menjaga perekonomian tetap berjalan.

Perjuangan Yuyun dimulai pada tahun 2012 ketika dia menggadaikan kalung emasnya di pegadaian untuk membuka toko makanan dan minuman di rumahnya.

Namun, perseroan tidak berkembang karena kalah bersaing dengan toko modern. Akhirnya, dia mencoba membakar batu kapur tersebut bersama limbah sengon. Namun, usahanya tidak laku. Kakaknya menyarankan Yuyun untuk mengubah limbah sengon menjadi bahan baku kayu lapis. Akhirnya Yuyun menggadaikan mobilnya. Saat itu, ia menerima uang Rp 60.000.000, yang tidak hanya digunakan sebagai modal, tetapi juga untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak-anaknya.

Awalnya, Yuyun khawatir pengrajin sampah sengon tidak mau menerima pasar lokal. Kekhawatirannya, bagaimanapun, menghilang setelah panggilan pertama. “Saat itu saya sudah tender di Bangsalsari untuk sampah yang hanya berbahan bakar kapur,” ujarnya.

Ia mengambil limbah dari pohon sengon dan kemudian mengumpulkan penduduk setempat untuk dijadikan bahan baku kayu lapis. Sampah sengon dipotong, dijemur, kemudian diikat menjadi lembaran, jelasnya. Tidak ada kekurangan pelanggan di Yuyun karena permintaan bahan baku terkait pabrik cukup tinggi. Uji coba awal berhasil dan laris manis di pasaran. Itu juga telah memperluas bisnisnya ke yang lebih besar.

Yuyun segera memberi wewenang kepada penduduk setempat untuk mengerjakan kerajinan tersebut. Awalnya hanya 10 orang, tapi sekarang sudah berkembang menjadi lebih dari 300 orang. “Satu lembar harganya Rp 1.500.” Katanya. Untuk mempermudah pengelolaan perusahaan, terutama karena permintaan yang tinggi, ia mendirikan Perusahaan Dagang (UD).

Yuyun terus mengembangkan usahanya dengan membuka gudang baru. Gudang pertama dibangun di desa Karangsono di kabupaten Bangsalsari, kemudian di desa Kasiyan di Puger hingga Lumajang dan Besuki Situbondo. Namun gudang Covid-19 di Lumajang sudah mati. Saat Yuyun melihat permintaan perahu yang semakin meningkat, dia memutuskan untuk membeli sebuah truk.

Awalnya hanya ada satu truk, namun karena pengiriman, dokumen di kendaraan hampir setiap hari ramai, sehingga ditambahkan 10 truk baru. Pesawat tersebut dikirim oleh Banyuwangi, Kendal, Kudus, Jepara dan Pacitan. Sebelum pandemi, mereka mengirim barang hampir setiap hari.

Tapi sekarang hanya seminggu sekali. Satu pengiriman bernilai Rp 20 juta. Ini menghasilkan trafik sekitar Rp 200 juta dalam satu bulan.

Ditipu Karyawan hingga truk kecelakaan

Keberhasilan yang diraih alumni SMKN 3 Jember tidak hanya cair. Yuyun menghadapi banyak cobaan. Misalnya, ada karyawan yang mengkhianati diri sendiri yang rugi, sehingga truk yang mengantarkan barang sering mengalami kecelakaan. Mereka menyelesaikan semua ini dengan sabar.

Karena baginya prinsip bisnis harus sabar, jujur ​​dan selalu berdoa. Ini digunakan dalam pengembangan bisnisnya. Anda juga perlu memiliki strategi bisnis. Misalnya, dalam mengelola ratusan karyawan, Yuyun menunjuk mandor di setiap gudang. Manajer perusahaan dibantu oleh mandor.

“Karyawan harus disiplin dan profesional dalam menjaga kualitas agar pengiriman ke pabrik tidak ditolak,” jelasnya. Selain itu, penerimaan barang sekarang cukup ketat. Ia baru saja mengirimkan 900 buah pesawat, namun ditolak karena basah kuyup kehujanan. Alhasil, Yuyun mengalami kerugian yang cukup signifikan.

Ia berpesan kepada pengusaha rintisan untuk mendaur ulang sampah sengon agar tidak terlalu berambisi, karena keadaan saat ini berbeda dengan sebelumnya. Banyak persaingan dan permintaan menurun. “Kalau dulu sampah dikeluarkan dari pabrik, saya pakai, sekarang dijual,” ujarnya.

lanjut ke part 2. …..

#artikel-asli